Cari Blog Ini

Rabu, 22 April 2020

Pahlawan Kecil

        Pagi itu kebetulan aku sedang berjalan-jalan santai menikmati udara pagi dan hangatnya mentari pagi, kebetulan sudah hampir sebulan aku tidak pernah jalan pagi karena aktivitasku yang sangat menyita waaktu, bahkan waktu liburku. Istriku sedang tidak ingin diganggu karena harus menyelesaikan deadline marketingmya yaitu membuat iklan di instagram dan carousell untuk memasarkan Apartemen di Cimanggis. Anak-anakku masih asyik dengan bantal guling dan selimutnya, maklum, malam minggu mereka habiskan untuk nonton film di TV kabel sampai larut malam, dan aku membiarkan karena selama 5 hari full mereka sibuk mengerjakan tugas dari guru dan dosennya. 

        Mereka menjalankan studying at home sejak turunnya kebijakan Gubernur Jawa Barat menginstruksikan bahwa kegiatan belajar mengajar diadakan dirumah.  Aku berjalan disekitar jalan raya karanggan dan tentunya menggunakan masker, tiba-tiba  ada yang menarik perhatianku, melihat seorang anak kecil pakaiannya agak kumal ya usianya sekitar 11 tahun  atau kira-kira kelas 5 SD. Kuperhatikan dia seorang diri dengan tangan kirinya memegang sebuah karung dan tangan kanannya menggunakan sarung tangan. Dihampirinya setiap tempat yang ada tong sampahnya kemudian kemudian dia mengais-ngais sampah tersebut dan diambillah beberapa barang plastik seperti seperti botol atau gelas Aqua bekas dan beberapa jenis barang plastik lainnya kemudiandimasukkan ke dalam karung nya setelah ia mendapatkan apa yang dia cari dirapikan kembali tempat sampah itu sehingga sekilas tempat sampah itu seperti tidak pernah otak-atik oleh seseorang.

        Aku terus memperhatikan langkah dia bahkan aku ikuti dari belakang. Aku penasaran mengapa anak sekecil itu sudah harus mencari nafkah, di sisi lain anak yang sebayanya tengah asyik bermain bercanda berlari-lari atau dirumah asik main game atau nonton TV sambil mulutnya sibuk mengambil snack yang sudah tersedia. Namun tidak bagi dirinya!  Dia harus mencari nafkah demi menyambung hidupnya. Dia harus rela kehilangan waktu waktu santainya, bermain  bersama teman-teman sebayanya hanya demi untuk bisa survive dalam kehidupannya.

        Akhirnya aku panggil dia."Hai de, om boleh nanya ga?" . Kuperhatikan wajahnya setengah terkejut, dengan suara pelan dia menjawab "boleh  Om, memang kenapa ya om, kok memanggil saya, apa tadi tempat sampah yang korek-korek berantakkan ya?'' . Oh, enggak, bukan itu maksud om, om boleh tahu adik tinggal dimana? ".Rumah saya jauh om,  di Tapos , '' jawabnya polos. Betapa terkejutnya aku, anak sekecil itu melakukan perjalanan yang sangat jauh meninggalkan rumahnya.  Terbayang bagiku rumahnya sangat jauh sekali karena dari tempat ini ke Tapos itu sekitar ya setelah aku cek di Google map kurang lebih 12 km .

        Aku saja  ini paling jauh berjalan kaki maksimal hanya 5 km itu pun sudah merasa sangat capek dan lelah. Kemungkinan anak ini aku perkirakan setiap sehari menempuh jarak 7 dari 20 KM karena masih pagi saja dia sudah menempuh jarak 12 km  belum ditambah keliling sampai siang dan kembali lagi kerumahnya.Aku melamun sambil membayangkan betapa beratnya penderitaan anak itu. "de, kamu sudah sarapan? "belum om, jawabnya sambil menunduk. Hayu kita sarapan dulu. Lalu kami mampir ditempat nasi uduk, dan kebetulan itu tempat langgananku, penjualnya hiegenis dan sangat menjaga prosedur kebersihan dalam upaya pencegahan Covid 19, makanya aku tidak ragu makan di situ.

        Sambil sarapan aku bertanya lagi, "de, kamu sekolah ga?" Udah berhenti om." Sudah berapa lama?" Udah 2 tahun om saya ga sekolah." Memang kenapa berhenti sekolah, bukannya Sd Negeri gratis?'' Iya om gratis, tapi saya ga punya duit untuk beli buku, sepatu, tas dan jajan di sekolah." Tapi dulu waktu sekolah, kamu bisa beli buku, sepatu dan tas?" Iya om, dulu ayah saya masih ada, sekarang tinggal saya, ibu saya dan dua orang adik saya." Maaf de, kalo ayah kamu?" Ayah saya sudah meninggal om 2 tahun yang lalu." Hmm, ibu kamu kerja atau jualan?" Ibu saya biasanya kuli nyuci gosok di rumah orang, tapi ibu sering sakit om, suka batuk batuk gitu, kadang batuknya keluar darah, jadi majikannya udah ga mau nerima ibu saya lagi."  

        "Maaf kalau boleh tahu ayah kamu meninggalnya kenapa? ayah saya meninggal di tabrak tabrak lari ketika sedang memulung, terus ga ada yang menolong Om sampai mayatnya 3 hari baru diurus oleh orang-orang ya mungkin karena ayah saya miskin Om jadi orang tidak mau mengurusnya." Terus bagaiman yang menabrak ayah kamu?'' Kabur om, kata orang sih ditabrak motor gede. Terus ada seorang yang baik dia nyuruh orang untuk nmengurus mayat ayah saya, dan memberi upah kepada orang yang mengurusnya, lalu diantar ke rumah saya.

        "Ibu saya waktu itu sempat menjerit lalu pingsan, terus orang yang baik itu ngasih uang ke ibu saya 1 juta. " Nah, uang itu kenapa ga ibu kamu gunakan untuk menyekolahkan kamu?" Iya Om, tadinya rencananya buat sekolah, tapi ibu saya sakitnya lama , mungkin sedih gara-gara ayah saya meninggal, jadi duitnya itu lama-lama habis buat biaya berobat dan makan, makanya saya harus cari duit om, buat ibu dan adik-adik saya, karena adik saya juga sakit om, sudah umur 3 tahun tapi belum bisa jalan, tahu kenapa." 

        Aku tidak kuasa lagi membendung air mataku. Aku tidak menyangka anak sekecil itusudah menanggung beban hidup yang luar biasa beratnya . Akhirnya aku memberi uang beberapa lembar, tidak banyak memang, tapi setidaknya uang itu bisa membuat dia istirahat bebrapa hari untuk membantu dan merawat ibunya yang sakit-sakitan.  Aku berfikir mungkin baanyak oraaang yaang mengalami nasib seperti dia, namun sedikit yang peduli terhadap penderitaan mereka. Semoga kisah ini dapat menggugah pembaca untuk lebih peduli terhadap kaum  dhu'afa.....

Jumat, 27 Maret 2020

soal matematika

      Nilai dari  adalah …
  1.             a. -16                        b. -14                        c. -12
                d. 14                         e. 12

Hidup tidak sekedar mempertahankan diriuntuk tetap hidup, namun hidup adalah bagaiman selau berbagi agar yang lain tetap hidup


Kisah si kecil Corona

Semua orang saat ini tak habis-habisnya membahas tentang Corona sebutan lain dari Covid 19. Corona menjadi suatu momok yang menakutkan untuk sebagian besar orang di seluruh dunia. Saya hanya ingin mengambil topik dari sisi lain, yaitu dampak perubahan tatanan sosial yang terjadi di masyarakat dunia dan khususnya masyarakat Indonesia.

Beberapa tahun yang lalu saat whats app mewabah begitu pesat menggantikan BBM (Black berry Messenger), banyak para pengamat sosial membuat tulisan tentang dampak WA yang hampir melanda seluruh lapisan masyarakat, dari yang ekonomi biasa saja sampai kalangan jets set. Wabah WA saat itu sangat dikhawatirkan oeh para pemerhati sosial  karena akan merusak tatanan kehidupan terutama dalam suatu keluarga. Dulu sebelum adanya WA, mungkin HP saat itu masih sangat jadul, hanya bisa telepon dan sms, kehidupan keluarga masih terbilang harmonis, romantis, kekeluargaan dan sangat  humanis, meskipun tidak semanis saat teknologi HP belum ada.

Yang dikhawatirkan saat itu dan memang benar terjadi yaitu kurangnya komunikasi antar anggota keluarga. Saat sang ayah pulang, yang di pegang adalah HP, sambil tersenyum-senyum sendiri karena mungkin banyak hal yang lucu pada postingan di WAG, begitu pula sang istri sibuk komentar di grup arisan di WA. Akhirnya sepasang suami istri sibuk dan asyik dengan komunitasnya masing-masing. Mereka bicara ala kadarnya, saat isttr menyiapkan  makan di meja makan, lalu sang istri kembali mengambil hp nya, dan suami tidak perduli karena sambil makan suamipun makan sambil asyik main hp membaca postingan-postingan di grup.

Kalau sudah seperti ini, dimanakah letak romantisme suatu hubungan rumah tangga, komunikasi semakin jarang, suami hanya cukup melakukan kewajibannya mencari nafkah dan sang istri juga hanya cukup melayani makan, minum dan membereskan rumah, lalu setelah beres, mereka kembali kepada dunianya masing-masing. Hal ini pun terjadinpada pasangan yang telah memiliki anak. Kehadiran sang anak seharusnya bisa lebih merekatkan hubungan suami istri, namun faktanya tidak demikian. Saatsi anak mualia tumbuh dan alat inderanya sudah mampu menangkap pesan dari luar, sudah bisa tertawa saat melihat video lucu dari HP, maka oarang tua malah sengaja menjejalkan hiburan dari Hp tersebut yang membuat anak menjadi kecanduan gadget hingga tumbuh dewasa.

Akhirnya bisa dipastikan, ayah, ibu dan anak hidup dalam dunianya masing-masing, walaupun mereka tinggal dalam satu atap. Yang jauh jadi dekat dan yang dekat jadi jauh. Dampak mengerikan dari masalah ini adalah hampir tidak adanya kontrol orang tua terhadap anak. Maka jangan heran, mereka sangat liar di luar, tauran, geng motor, narkoba, pergaulan bebas hingga kasus Aborsi tumbuh sangat subur di negeri tercinta ini. Selain kurangnya kontrol ditambah tontonan video dari gadget yang tanpa filter. Penyesalan orang tua tidak mampu mengubah keadaan yang sudah terjadi.

Itulah tehnologi, perannya sangat besar dalam mengubah secara revolusioner tatanan kehidupan manusia. Maka dalam kehidupan seperti demikian ini, mungkin Tuhan marah kepada kita. Tehnologi yang merupakan anugerah dari Tuhan, seharusnya untuk kesejahteran manusia, namun fakta bicara lain, tehnologi malah mencabik-cabik sendi kehidupan yang sudah tertata rapi menjadi hancur berkeping-keping.

Maka dengan kekuasanNya, Tuhan menururunkan makhluknya untuk menghukum manusia agar kembali kepada tatanan yang baik dan benar. Makhluk itu bernama "Corona " si kecil yang mematikan. Daalam kurun 2 bualn saja manusia dibuat porak poranda, perekonomian dunia langsung  jatuh Bagaikan Raksasa yang tersungkur. Negara-negara Kuat seperti Amerika, Cina, Itali, Korea, Iran dll seperti habis babak belur tanpa perlawanan dihajar si kecil Corona. Negara- negara tersebut sampai rela menganggarkan Dana ratusan bahkan ribuan Trilyun untuk menghadapi si kecil ini, namun tetap tidak berdaya, bahkan korban yang berjatuhan bertambah terus secara eksponensial.

Disinilah Kekuasan Tuhan benar-benar ditunjukkaan olehNya. Baru satu jenis makhluk dditurunkan untuk menghukum manusia, seluruh manussia di dunia dibuat ampun ampunan, ibarat maling yang dihakimi massa, betul-betul babak belur.

Oh ya, jadi apa hubungannya dengan tulisan saya tentang wabah WA tadi?Baiklah, saya akan coba paparkan. Perama, setiap kehendak Tuhan, walaupun itu merupakan hukuman, pasti ada hikmah dibalik kejadian itu. Yang terjadi sekarang ini adalah hampier di setiap negara pemerintahnya menginstruksikan diberlakukannya Social Distancing dan Lock down.  Setiap orang dihimbau untuk tetap di rumah, bahkan dibeberapa negara mengambil tindakan tegas bagi warganya yang keluar rumah tanpa izin dari aparat setempat. Disini saya tidak akan membahas dari segi kesehatan tentang diberlakukannya Social Distancing atau Lock Down, tapi saya akan membahas dari sisi humaniti, sosial dan psikologis.

Dengan himbauan stay at home dari pemerintah, maka mau tidak mau waktu berkumpul dengan keluarga sangatlah maksimal. Tatanan keluarga mulai tertata kembali, yang tadinya waktu berkumpul bersama sangatlah jarang. Biasanya para ABG lebih sering kumpul dan nongkrong dengan teman-temannya, maka mereka sekarang lebih sering bercengkerama dengan keluarganya. Di situlah momen terbaik untuk kembali mempererat rasa kekeluargaan yang harmonis yang selama ini mungkin sudah pudar. Kemesraan kehidupan berumah tangga berangssur-angsur pulih dan bersemi kembali.

Kejahatan pun berkurang karena sebagian besar orang ada dirumahnya masing-masing. Rumah jadi aman dari maling atau rampok, kedekatan emosional antar anggota keluarga semakin terpupuk dengan semangat mengahadapi ancaman di luar dari ssi kecil CORONA.

Moga tulisan yang tidak ada artinya ini sedikit mampu memberi arti dalam ruang pikiran kita. Tidak lupa penulis dengan penuh kerendahan hati menanti kritikan-kritikan yang membangun atau lontaran-lontaran yang akan meghidupkan diskusi kita di kolom kementar.

Terima kasih dari saya yang telah sudi membaca tulisan saya yang pasti banyak sekali kekurangannya.


Salam Sehat Keluarga Indonesia.