Pagi itu kebetulan aku sedang berjalan-jalan santai menikmati udara pagi dan hangatnya mentari pagi, kebetulan sudah hampir sebulan aku tidak pernah jalan pagi karena aktivitasku yang sangat menyita waaktu, bahkan waktu liburku. Istriku sedang tidak ingin diganggu karena harus menyelesaikan deadline marketingmya yaitu membuat iklan di instagram dan carousell untuk memasarkan Apartemen di Cimanggis. Anak-anakku masih asyik dengan bantal guling dan selimutnya, maklum, malam minggu mereka habiskan untuk nonton film di TV kabel sampai larut malam, dan aku membiarkan karena selama 5 hari full mereka sibuk mengerjakan tugas dari guru dan dosennya.
Mereka menjalankan studying at home sejak turunnya kebijakan Gubernur Jawa Barat menginstruksikan bahwa kegiatan belajar mengajar diadakan dirumah. Aku berjalan disekitar jalan raya karanggan dan tentunya menggunakan masker, tiba-tiba ada yang menarik perhatianku, melihat seorang anak kecil pakaiannya agak kumal ya usianya sekitar 11 tahun atau kira-kira kelas 5 SD. Kuperhatikan dia seorang diri dengan tangan kirinya memegang sebuah karung dan tangan kanannya menggunakan sarung tangan. Dihampirinya setiap tempat yang ada tong sampahnya kemudian kemudian dia mengais-ngais sampah tersebut dan diambillah beberapa barang plastik seperti seperti botol atau gelas Aqua bekas dan beberapa jenis barang plastik lainnya kemudiandimasukkan ke dalam karung nya setelah ia mendapatkan apa yang dia cari dirapikan kembali tempat sampah itu sehingga sekilas tempat sampah itu seperti tidak pernah otak-atik oleh seseorang.
Aku terus memperhatikan langkah dia bahkan aku ikuti dari belakang. Aku penasaran mengapa anak sekecil itu sudah harus mencari nafkah, di sisi lain anak yang sebayanya tengah asyik bermain bercanda berlari-lari atau dirumah asik main game atau nonton TV sambil mulutnya sibuk mengambil snack yang sudah tersedia. Namun tidak bagi dirinya! Dia harus mencari nafkah demi menyambung hidupnya. Dia harus rela kehilangan waktu waktu santainya, bermain bersama teman-teman sebayanya hanya demi untuk bisa survive dalam kehidupannya.
Akhirnya aku panggil dia."Hai de, om boleh nanya ga?" . Kuperhatikan wajahnya setengah terkejut, dengan suara pelan dia menjawab "boleh Om, memang kenapa ya om, kok memanggil saya, apa tadi tempat sampah yang korek-korek berantakkan ya?'' . Oh, enggak, bukan itu maksud om, om boleh tahu adik tinggal dimana? ".Rumah saya jauh om, di Tapos , '' jawabnya polos. Betapa terkejutnya aku, anak sekecil itu melakukan perjalanan yang sangat jauh meninggalkan rumahnya. Terbayang bagiku rumahnya sangat jauh sekali karena dari tempat ini ke Tapos itu sekitar ya setelah aku cek di Google map kurang lebih 12 km .
Aku saja ini paling jauh berjalan kaki maksimal hanya 5 km itu pun sudah merasa sangat capek dan lelah. Kemungkinan anak ini aku perkirakan setiap sehari menempuh jarak 7 dari 20 KM karena masih pagi saja dia sudah menempuh jarak 12 km belum ditambah keliling sampai siang dan kembali lagi kerumahnya.Aku melamun sambil membayangkan betapa beratnya penderitaan anak itu. "de, kamu sudah sarapan? "belum om, jawabnya sambil menunduk. Hayu kita sarapan dulu. Lalu kami mampir ditempat nasi uduk, dan kebetulan itu tempat langgananku, penjualnya hiegenis dan sangat menjaga prosedur kebersihan dalam upaya pencegahan Covid 19, makanya aku tidak ragu makan di situ.
Sambil sarapan aku bertanya lagi, "de, kamu sekolah ga?" Udah berhenti om." Sudah berapa lama?" Udah 2 tahun om saya ga sekolah." Memang kenapa berhenti sekolah, bukannya Sd Negeri gratis?'' Iya om gratis, tapi saya ga punya duit untuk beli buku, sepatu, tas dan jajan di sekolah." Tapi dulu waktu sekolah, kamu bisa beli buku, sepatu dan tas?" Iya om, dulu ayah saya masih ada, sekarang tinggal saya, ibu saya dan dua orang adik saya." Maaf de, kalo ayah kamu?" Ayah saya sudah meninggal om 2 tahun yang lalu." Hmm, ibu kamu kerja atau jualan?" Ibu saya biasanya kuli nyuci gosok di rumah orang, tapi ibu sering sakit om, suka batuk batuk gitu, kadang batuknya keluar darah, jadi majikannya udah ga mau nerima ibu saya lagi."
"Maaf kalau boleh tahu ayah kamu meninggalnya kenapa? ayah saya meninggal di tabrak tabrak lari ketika sedang memulung, terus ga ada yang menolong Om sampai mayatnya 3 hari baru diurus oleh orang-orang ya mungkin karena ayah saya miskin Om jadi orang tidak mau mengurusnya." Terus bagaiman yang menabrak ayah kamu?'' Kabur om, kata orang sih ditabrak motor gede. Terus ada seorang yang baik dia nyuruh orang untuk nmengurus mayat ayah saya, dan memberi upah kepada orang yang mengurusnya, lalu diantar ke rumah saya.
"Ibu saya waktu itu sempat menjerit lalu pingsan, terus orang yang baik itu ngasih uang ke ibu saya 1 juta. " Nah, uang itu kenapa ga ibu kamu gunakan untuk menyekolahkan kamu?" Iya Om, tadinya rencananya buat sekolah, tapi ibu saya sakitnya lama , mungkin sedih gara-gara ayah saya meninggal, jadi duitnya itu lama-lama habis buat biaya berobat dan makan, makanya saya harus cari duit om, buat ibu dan adik-adik saya, karena adik saya juga sakit om, sudah umur 3 tahun tapi belum bisa jalan, tahu kenapa."
Aku tidak kuasa lagi membendung air mataku. Aku tidak menyangka anak sekecil itusudah menanggung beban hidup yang luar biasa beratnya . Akhirnya aku memberi uang beberapa lembar, tidak banyak memang, tapi setidaknya uang itu bisa membuat dia istirahat bebrapa hari untuk membantu dan merawat ibunya yang sakit-sakitan. Aku berfikir mungkin baanyak oraaang yaang mengalami nasib seperti dia, namun sedikit yang peduli terhadap penderitaan mereka. Semoga kisah ini dapat menggugah pembaca untuk lebih peduli terhadap kaum dhu'afa.....